TINJAUAN TEORI
AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA (ALL)
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik. Klasifikasi akut atau kronik adalah sesuai dengan jenis sel yang terlibat dan kematangan sel tersebut. Klasifikasi yang cermat adalah vital karena modalitas pengobatan dan prognosisnya sangat berbeda.
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan sel limfosit, berupa proliferasi patologis sel – sel hematopoietik muda ditanndai dengan kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah (I Hartantyo, 1997).
Klasifikasi menurut The French – American – British (FAB) adalah klasifikasi morfologis yang didasarkan pada diferensial sel dan pematangan sel – sel leukemia premodinan di dalam sumsum tulang, disamping itu juga didasarkan pada penelitian sitokimiawi.
L-1 : Leukimia limfositik akut masa kanak-kanak populasi sel homogen
L-2 : Leukimia limfositik akut tampak pada orang-orang dewasa populasi sel heterogen.
L-3 : Limfoma Burkitt-tipe leukimia; sel-sel besar, populasi sel homogen. ( Price, Wilson, 1992 )
Leukemia, kanker jaringan pembuluh darah merupakan kanker jaringan yang paling sering terjadi pada anak – anak, lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan diatas 1 tahun dan puncaknya adalah 2 – 6 tahun. Sebelum adanya pemakaian zat antileukemia pada tahun 1948, anak dengan ALL hidup hanya 2 – 3 bulan. Angka kelangsungan hidup pada 5 tahun terakhir dengan ALL meningkat 60 % pada beberapa pusat penelitian dan mayoritas dari mereka dapat disembuhkan (Whaley, Wong, 1990).
B. ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui, pengaruh genetik maupun faktor – faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan, jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insidens leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak – anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20 % pada kembar monozigot (identik). Individu kromosom 21, seperti Syndrom Down mempunyai indeks leukemia akut dua puluh kali lipat. Faktor – faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionasi disertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian. Zat – zat kimia misalnya banzen, arsen, khloramfenikol, fenibutazon dan antineoplastik, dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat pada penderita yang diobati baik dengan radiasi atau kemotrapi. Setiap keadaan sumsum tulang hipoplastik merupakan predisposisi terhadap leukemia. (Price, Wilson, 1992).
C. PATOFISIOLOGI
Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem hematopoietik yang total dan terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya proliferasi dari leukemia dan prosedurnya.
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam sumsum tulang, lifosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ hematopietik dan berlanjut ke organ yang lebih besar (Splenomegali; Hematomegali). Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel hematopietik lainnya dan mengarah ke pengembangan/ pembelahan sel yang cepat dan ke sitopenias (penurunan jumlah). Pembelahan dari sel darah putih mengakibatkan menurunya immunucompetence dengan meningkatnya kemungkinan terjadi infeksi. (Long. Barbara, C, 1993).
Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia, jika struktur antigen virus sesuai dengan struktur antigen manusia. Begitu juga sebaliknya, bila tidak sesuai maka akan ditolak oleh tubuh. Stuktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh. Istilah HL – A (Human Leucocyte Lotus – A) antigen terhadap jaringan telah ditetapkan (WHO). Sistem HL – A individu ini diturunkan menurut hukum genetika, sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan (Ngastiyah, 1997).
Penurunan produksi sel- sel darah merah menyebabkam anemia. Pucat terjadi karena umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke organ vital neutropenia menyatakan penurunan jumlah absolut netrofil. Karena peranan netrofil adalah untuk pertahanan hospes, maka akan mempengaruhi individu terhadap infeksi. Dan kurangnya pemeliharaan pada endhotelial dari pembuluh – pembuluh darah menyebabkan perdarahan kecil dan petekia pada jaringan kutaneus. Perlu dicurigai adanya perdarahan besar pada paru- paru, saluran pencernaan dan sistem syaraf sentral, kemungkinan besar terjadi pada arackhnoid dan kemudian terjadi peningkatan tekanan intra kranial dan tanda- tanda meningitis seperti ; sakit kepala, lethargi, muntah dan edema pupil. (Gede Yasmin, 1993).
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang paling fatal adalah infeksi yang ditandai dengan demam, menggigil, radang dan lemah. Sering timbul perdarahan (kulit, gingival atau visera), karena trombositopenia nafsu makan berkurang, berat badan menurun, keletihan dan pucat (anemia). Karena meningeal terkena maka timbul sakit kepala, gangguan pengelihatan, mual dan muntah. Terdapat hepato – splenomegali, nyeri tekan pada abdomen, anoreksia : limfadenopati dan mungkin teraba massa neoplastik (Jan T, 1999).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi, gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang- kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomik untuk leukimia.
b. Kimia darah, kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobinemia.
c. Sumsum tulang dari pemeriksaan sumsum akan ditemukan gambaran yang monoton,yaitu hanya trdiri dari sel limfopoetik, patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia skunder).
2. Cairan cerebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein, berarti suatu leukimia menigeal. Kelinan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan remisi maupun kambuh. Untuk mencegahnya di berikan MTX secara intratecal secara rutin pada setiap pasien baru atauy pasien yang menunjukan tanda – tanda tekanan intrakranial meninggi.
KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN USIA PRESCHOOL
Anak pada usia 3 – 6 tahun preschool mengalami pertumbuhan fisik panjang badan dengan rumus (80 + 5n), n umur dalam tahun atau 95 – 110 cm dan berat badan dengan rumus (8 + 2n), umur dalam tahun atau 14 – 20 kg.
Perkembangan anak usia preschool berdasarkan aspek-aspek perkembangan dari beberapa ahli meliputi :
1. Perkembangan Psikoseksual menurut :
Freud termasuk dalam fase falic (usia 3 - 6 tahun) yaitu genital sebagai pusat kesenangan.
2. Anak mengenal perbedaan sex laki-laki dan perempuan serta anak ingin tahu tentang perbedaan tersebut. Pada fase ini terjadi Oedipus kompleks dan Elektra kompleks.
3. Perkembangan Psikososial menurut Erikson
Termasuk dalam fase inisiatif/ membangun (usia 3 - 6 tahun). Fase inisiatif cenderung pada fase falic yang ditandai oleh perilaku yang memaksa dan penuh semangat, berani berusaha dan imaginasi yang kuat. Anak mengeksplorasi lingkungan dengan semua kekuatannya. Anak kadang- kadang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan orang tua atau orang lain dan membuatnya merasakan kegiatan atau imaginasinya yang buruk sebagai sesuatu sisi yang membangun.
4. Perkembangan Interpersonal menurut Sullivian
Anak usia 4 sampai 5 tahun berada pada perilaku sosial yaitu perilaku berhubungan dengan tetangga dan mulai mengenal sekolah. Berkembang rasa dengki atau permusuhan. Pada akhir masa pra sekolah anak menjadi sosial, saling bersaing dan kerjasama. Anak juga belajar mengawasi tingkah laku pribadi dengan kontrol lingkungan sekitarnya.
5. Perkembangan Kognitif menurut Piaget
Termasuk dalam fase preoperasional (usia 2 - 7 tahun). Karekteristik yang menonjol adalah egosentris, dimana anak mementingkan dirinya sendiri atau segala sesuatu berpusat pada dirinya. Anak tidak mampu menempatkan dirinya pada posisi orang lain. Anak berpikir secara kongkret dan nyata.
6. Perkembangan Moral menurut Konlberg
Termasuk dalam fase prekonvensional (usia 3 sampai 6 tahun) yang sejajar dengan fase prekonsepsual dari perkembangan kognitif dan pemikiran. Anak diorientasikan pada kebudayaan untuk mengenali baik/ buruk, benar/ salah, hal ini ditanamkan pada anak melalui kegiatan anak yang menyenangkannya dan pada benda- benda nyata.
STRATEGI PENGURANGAN EFEK HOSPITALISASI PADA USIA PRA SEKOLAH
Untuk mengurangi efek hospitalisasi pada anak usia pra sekolah, bisa dilakukan dengan cara :
1. Partisipasi orang tua dan “ Rooming in”
2. Memberikan permainan yang disukai
Faktor resiko meningkatnya stress hospitalisasi pada anak, antara lain :
1. Temperamen “sulit”
2. Ketidak cocokan antara anak dan orang tua
3. Usia, khususnya 6 bulan sampai 6 tahun
4. Jenis kelamin laki – laki
5. Tingkat kecerdasaan (intelegensi) rata-rata ke bawah
6. Stress yang multiple dan terus menerus, contoh frekuensi hospitalisasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh
• Tujuan
- Anak tidak akan mengalami gejala- gejala infeksi
• Kriteria hasil
- Tidak terjadi infeksi.
- Tidak ada gejala infeksi.
• Intervensi
- Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur infasif
- Monitor tanda- tanda vital
- Hindari penggunaan tempeeratur rectal, supositoria atau enema.
- Beri waktu yang sesuai antara aktivitas dan istirahat
- Monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukan anak mudah terinfeksi.
- Kolaborasi pemberian anti biotik
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori yang mencukupi, sekunder terhadap kanker
• Tujuan
- Gangguan nutrisi dapat teratasi
• Kriteria hasil
- Terjadinya peningkatan berat badan
- Pasien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
- Pasien tidak mual dan muntah
• Intervensi
- Kaji kebiasaan makan pasien
- Observasi dan catat adanya mual dan muntah
- Berikan makanan porsi kecil dengan frekuensi sering
- Catat jumlah/ porsi makan yang dihabiskan pasien
- Timbang berat badan pasien setiap hari
- Kerjasama dengan tim kesehatan (penambahan vitamin)
3. Gangguan rasa nyaman : rasa sakit/ nyeri pada tulang- tulang dan daerah abdomen berhubungan dengan peningkatan jumlah leukosit
• Tujuan
Rasa nyaman dapat ditingkatkan
• Kriteria hasil
- Pasien dapat mentolelir rasa nyeri
- Ekspresi wajah rileks
• Intervensi
- Kaji tingkat rasa sakit, lokasi, lamanya dan penjalarannya
- Ajarkan pasian teknik relaksasi
- Tingkatkan rasa nyaman dengan memberikan rasa nyaman dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien
- Kerjasama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian obat analgetik
4. Risiko terjadi hipovolemia berhubungan dengan perdarahan terhadap trombositopenia
• Tujuan
- Pasien tidak mengalami luka
• Kriteria hasil
- Kulit dan selaput lendir baik/ utuh
- Tidak adanya memar, petechiae, epistaksis
- Kadar trombosit dalam batas normal (200.000 – 300.000/ mm3)
- Perdarahan mudah berhenti setelah dilakukan penusukan
• Intervensi
- Berikan perawatanpada pasien dengan lembut
- Cegah injeksi (suntikan) ke dalam pembuluh darah, otot dan kulit
- Berikan tekanan halus pada daerah penusukan setidaknya 10 menit setelah pencabutan jarum
- Berikan lapisan yang empuk pada tempat tidur
- Gunakan handuk yang halus, sabun yang lunak dan sentuhan ringan saat memandikan pasien
- Hindari pakaian yang ketat dan kasar untuk dikenakan pasien
- Observasi adanya epistaksis dan perdarahan di bawah kulit
- Hindari penggunaan tekanan darah dengan eksternal standar, manset yang menggembung
- Kerjasama dengan tim kesehatan (pemberian transfusi darah)
5. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pemahaman tentang perjalanan penyakit dan program pengobatan
• Tujuan
- Pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan meningkat
• Kriteria hasil
- Keluarga (orang tua) dapat memahami tentang penyakit dan pengobatannya
- Keluarga (orang tua) kooperatif dalam program pengobatan
• Intervensi
- Kaji tingkat pengetahuan orang tua
- Berikan kesempatan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya
- Jelaskan tujuan dari pengobatan
- Berikan penjelasan pada orang tua pasien tentang penyakitnya
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 7 Oktober 2004 jam 17.00 WIB pada anak S usia 4 tahun dengan alamat Sendangharjo RT 01 RW 12 Karang Rayung- Grobogan. Masuk rumah sakit tanggal 27 Oktober 2004 jam 13. 17 WIB, nomor register 747279 dengan diagnosa medis ALL. Anak S dating kerumah sakit diantar oleh keluarga (ibu) nama Ny. S, umur 38 tahun, pekerjaan petani, ia yang bertanggung jawab terhadap anak S selama dalam perawatan dan pengobatan dirumah sakit.
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama badan panas. Anak S dulu sudah pernah dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan Agustus 2004 dengan diagnosa ALL dan telah mendapatkan terapi Sitostaika sebanyak 4 kali.
Saat pengkajan didapatkan data, ibu pasien mengatakan badan panas. Didapatkan data pasien terpasang infus Dextrose 5 % di tangan kanan, pada jam 17.00 WIB di dapatkan data suhu tubuh 390 C (diukur melalui rectal); anak rewel, nafsu makan baik, akivitas ditempat tidur baik namun anak tidak mau memakai selimut karena merasa tubuhnya panas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik reflek terhadap cahaya baik. Tidak dijumpai nafas cuping hidung, tidak ada epistaksis. Telinga bersih tidak ada serumen maupun cairan yang keluar melalu telinga, mulut / bibir tidak sianosis, tidak ada perdarahan gusi, lidah bersih, gigi susu bagian atas banyak yang tanggal, pada leher tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar tiroid. Dada tdak dtemukan kelainan, suara bising dan gallop tidak ada. Abdomen cembung, hepar kenyal, rata dan tajam.
Pada ekstrimitas, tangan kanan terpasang infus Dextrose 5 %, kelemahan otot tidak ada, tidak ada akral dingin.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Oktober 2004. Hb : 13, 3 gr/dl, Ht : 41,6 %, Leukosit : 12.500/ul, trombosit : 11.000/ul. Pasien mndapatkan terapi berupa infus Dextrose 5% dengan tetesan 480/ 20/ 5 tts/menit yang didalamnya mengandung NaCl 15 cc dan KCL 12 cc, injeksi cefotaxim 3x 300mg/ iv, Gentamicyn 2x 25 mg/ iv. Peroral : vitamin B complek 3x 1 tab, vitamin C 3x 1 tab. Untuk diitnya 3x 1 nasi lunak, 3x 200 cc susu, 1 x buah.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data yang didapatkan adalah suhu tubuh 39 0C diukur melalui rectal, terpasang infus di lengan kanan dan tidak ada tanda – tanda infeksi pada daerah yang terpasang infuse, namun hasil laboratorium menunjukkan jumlah leukosit 12.500/ul.
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah Infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh. Tujuan yang diharapkan adalah infeksi dapat diatasi dan tidak menyebar. Dan kriteria hasilnya ; tidak terjadi infeksi, infeksi tidak menyebar.
Intervensinya yaiu : Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur infasif, monitor tanda- tanda vital, beri waktu yang sesuai antara aktivitas dan istirahat, monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukan anak mudah terinfeksi dan kolaborasi pemberian anti biotic. Hasil dari implementasi atau perkembangan yang didapatkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam panas tubuh turun menjadi 37,5 0C setelah diperiksa suhu tubuhnya, jadi masalah teratasi sebagian dan planingnya yaitu tetap melanjtkan intervensi.
2. Data yang didapatkan adalah anak terkadang rewel, ingin selalu dekat dengan ibunya selalu gelisah. Dari data tersebut dapat diambil diagnosa keperawatan yaitu gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan imunosupresi sumsum tulang sekunder terhadap prolifrasi sel darah putih imatur karena kemoterapi. Tujuan yang diharapkan adalah rasa nyaman dapat ditingkatkan dengan kriteria hasil : pasien dapat mentolelir rasa nyeri, ekspresi wajah rileks
Intervensi yang dapat dilakuakan adalah : Kaji tingkat rasa sakit, lokasi, lamanya dan penjalarannya, ajarkan pasian teknik relaksasi dengan membacakan cerita dongeng, tingkatkan rasa nyaman dengan memberikan rasa nyaman dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien dan kerjasama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian obat analgetik. Hasil dari implementasi yaitu : anak S menikmati cerita yang di dongengkan sampai tertidur dan rewel berkurang jadi evaluasi yang diperoleh adalah masalah teratasi sebagian dan planning berikutnya tetap mlanjutkan intervensi.
3. Dari pengkajian diperoleh data bahwa ibu pasien selalu menanyakan tentang keadaan anaknya serta kapan sembuh dari penyakitnya, orang tua pasien mengganggap kalau suhu tubuhnya sudah turun maka penyakitnya sudah sembuh tidak perlu melanjutkan program dari dokter. Dari data tersebut dapat kita munculkan diagnosa keperawatan kecemasan berhubungan dengan kurangnya pemahaman tentang perjalanan penyakit dan program pengobatan. Tujuan yang diharapkan yaitu ibu pasien tahu tentang penyakit dan pengobatan pada anaknya. Dengan kriteria hasil : Keluarga (orang tua) dapat memahami tentang penyakit dan pengobatannya, keluarga (orang tua) kooperatif dalam program pengobatan.
Intervensi yang dapat diberikan yaitu : Kaji tingkat pengetahuan orang tua, berikan kesempatan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya, jelaskan tujuan dari pengobatan, berikan penjelasan pada orang tua pasien tentang penyakit anaknya. Hasil implementasinya yaitu : keluarga tahu dan mengerti tentang kondisi penyakit anaknya serta memahami tentang prosedur pengobatan. Evaluasinya masalah teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 1995. Nursing Care Plans & Documentation, Nursing Diagnoses and Collaborative Problem. Alih bahasa : Monica Ester, Setiawan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Doenges Marilynn, E, Moorehouse, M.F, Geissler, A.C. 1993. Nursing Care Plans, Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Edisi 3. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Penerbit Buku Jedokteran. Jakarta : EGC.
I Hartantyo, dkk. 1997. Pedoman Pelayanan Medik Anak. Edisi 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK Universitas Diponegoro.
Long Barbara, C. 1993. Essential Of Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach. Alih bahasa : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. Penerbitan Yayasan IAPK. Padjajaran Bandung.
Wong, D.L & Whaley, L.F. 1999. Clinical Manual of Pediatric Nursing. St Louis. The Mosby Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar