ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PLACENTA PREVIA
A. PENGERTIAN
Placenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yaitu di atas dan dekat tulang cerviks dalam dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6 % dari keseluruhan persalinan.
B. KLASIFIKASI
Placenta previa dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :
1. Marginal placenta previa
Plasenta tertanam pada satu tepi segmen rahim bawah dekat dengan tulang.
2. Incomplete / Parsial placenta previa
Menyiratkan penutupan tak sempurna
3. Total / Complete placenta previa
Seluruhnya tulang dalam tertutup oleh placenta, saat cervik sepenuhnya berdilatasi
4. Implantasi rendah / low-lying implantasi
Digunakan saat placenta diposisikan pada segmen bawah rahim yang lebih rendah tapi jauh dari tulang
C. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari placenta previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi berkurangnya vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena bekas luka operasi uterus, kehamilan molar, atau tumor yang menyebabkan implantasi placenta jadi lebih rendah merupakan sebuah teori tentang penyebab palcenta previa yang masuk akal.
Selain itu, kehamilan multiple / lebih dari satu yang memerlukan permukaan yang lebih besar untuk implantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu penyebab terjadinya placenta previa. Dan juga pembuluh darah yang sebelumnya mengalami perubahan yang mungkin mengurangi suplai darah pada daerah itu, faktor predisposisi itu untuk implantasi rendah pada kehamilan berikutnya.
D. PATHOLOGY
Lokasi implantasi dan ukuran placenta saling terkait. Secara rinci, karena sirkulasi pada segmen bawah sdikit lebih baik daripada fundus, placenta previa mungkin butuh untuk menutupi area yang lebih besar untuk efisiensi yang adekuat. Permukaan placenta previa mungkin lebih besar setidak-tidaknya 30% lebih besar daripada placenta yang terimplantasi di fundus.
Segmen bagian bawah relatif tanpa kontraksi dan perdarahan pantas dipertimbangkan pada pembukaan sinus.
Infeksi ascending dari vagina dapat menyebabkan placentitis, terutama di daerah pajana atau di atas tulang.
Placenta previa dapat terdorong miring, melintang, presentasi dan mencegah perikatan pada keadaan fetal.
E. MANIFESTASI KLINIK
☺ Rasa tak sakit, perdarahan uteri, terutama pada trimester ketiga.
☺ Jarang terjadi pada episode pertama kejadian yang mengancam kehidupan atau menyebabkan syok hipovolemik.
☺ Kira-kira 7% dari placenta previa tanpa gejala dan merupakan suatu temuan yang kebetulan pada scan ultrasonik.
☺ Beberapa adalah jelmaan untuk pertama kali, saat uteri bawah merentang dan tipis, saat sobek dan perdarahan terjadi di lokasi implantasi bawah.
☺ Placenta previa mungkin tidak menyebabkan perdarahan hingga kelahiran mulai atau hinga terjadi dilatasi lengkap. Perdarahan awal terjadi dan berlebih-lebih pada total previa. Perdarahan yang merah terang mungkin terjadi secara intermitten, saat pancaran, atau lebih jarang, mungkin jugaberlanjut. Ini mungkin berawal saat wanita sedang istirahat atau di tengah-tengah aktifitas. Kebetulan kejadian ini tidak pernah terjadi kecuali jika dilakukan pengkajian vaginal atau rektal memulai perdarahan dengan kasar sebelum atau selama awal kehamilan.
☺ Sikap yang tak terpengaruh oleh placenta previa adalah rasa sakit. Bagaimanapun jika perdarahan yang pertama bersamaan dengan serangan kelahiran, wanita mungkin mengalami rasa tak nyaman karena kontraksi uterus.
☺ Pada pengkajian perut, jika fetus terletak longitudinal, ketinggian fundus biasanya lebih besar dari yang diharapkan untuk umur kehamilannya karena placenta previa menghalangi turunnya bagian-bagian janin.
☺ Manuver leopod mungkin menampakkan fetus pada posisi miring atau melintang karena abnormalitas lokasi implantasi placenta.
☺ Seperti kaidah, fetal distress atau kemayian janin terjadi hanya jika bagian penting placenta previa terlepas dari desidua basilis atau jika ibu menderita syok hipovolemik.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
G. PENATALAKSANAAN / TERAPI SPESIFIK
1. Terapi ekspektatif
• Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir prematur, pasien dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.
Syarat pemberian terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)
d. Janin masih hidup.
• Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis.
• Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
• Berikan tokolitik bila ada kontriksi :
- MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam
- Nifedipin 3 x 20 mg/hari
- Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
• Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari test amniosentesis.
• Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu placenta masih berada di sekitar ostinum uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
• Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mingu masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai RS lebih dari 2 jam) dengan pesan segera kembali ke RS apabila terjadi perdarahan ulang.
2. Terapi aktif (tindakan segera)
• Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
• Untuk diagnosis placenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDOM jika :
- Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
- Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu
- Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal : anensefali)
- Perdarahan dengan bagian terbawah jsnin telah jauh melewati PAP (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)
Cara menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :
1. Seksio Cesaria (SC)
• Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap dilakukan.
• Tujuan SC antara lain :
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin dilahirkan pervaginam
• Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi placenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
• Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
• Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada placenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
• Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis dengan pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, placent akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
• Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade placenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
• Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan placentadan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.
PATHWAYS
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
2. Resti infeksi b.d insisi luka operasi
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik
4. Resti fetal distress b.d terlepasnya placenta
5. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
6. Resti konstipasi b.d penurunan peristaltik usus
7. Perubahan pola peran b.d adanya anggota keluarga baru
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : Klien tidak gelisah, skala nyeri 1 – 2, tanda vital normal.
Intervensi :
a. Kaji karakristik, skala, lokasi, intensitas, dan frekuensi nyeri.
b. Monitor tanda vital pasien.
c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
d. Anjurkan tirah baring dengan posisi datar berbaring.
e. Lakukan latihan nafas dalam
f. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
g. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik
2. Resti infeksi b.d insisi luka operasi
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak ditemukan tanda infeksi.
Intervensi :
a. Kaji lokasi dan luas luka.
b. Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, dan perubahan fungsi).
c. Pantau tanda vital klien.
d. Kolaborasi pemberian antibiotik.
e. Ganti balut dengan prinsip steril.
f. Awasi pemeriksaan laboratorium (lekosit)
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik
Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil : Cairan dan elektrolit seimbang
Intervensi :
a. Monitor tanda vital.
b. Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi.
c. Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
d. Monitor berat badan tiap hari.
e. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).
f. Kolaborasi pemberian diuretik.
4. Resti fetal distress b.d terlepasnya placenta
Tujuan : Tidak terjadi distress janin
Intervensi :
a. Kaji DJJ, perhatikan frekuensi dan regularitas. Biarkan pasien memantau gerakan janin.
b. Kaji adanya kontraksi uterus preterm, yang mungkin ataupun tidak disertai dengan dilatasi cervik
c. Pantau kemajuan persalinan dan kecepatan turunnya janin
d. Siapkan klien atau tinjau ulang seri tes USG
e. Siapkan dan bantu dengan terminasi kehamilan dengan pervaginam atau SC sesuai dengan indikasi
5. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
Tujuan : Ansietas berkurang dan dapat diatasi
Intervensi :
a. Jelaskan prosedur, intervensi dan tindakan yang dilakukan pada pasien.
b. Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan kemungkinan efek samping dan hasil, pertahankan sikap optimis.
c. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
d. Libatkan pasangan / keluarga untuk mendampingi pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter pemberian sedatif bila tindakan lain tidak berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Editor : Abdul Bari Saifudin, George Adriaansz, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Djoko Waspodo. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2000
Doenges. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar