Kamis, 22 Desember 2011

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DEKOMPENSASI KORDIS

KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN DEKOMPENSASI KORDIS

I. Pengertian
Dekompensasi kordis adalah suatu  keadaan dimana terjadi penurunan  kemampuan fungsi kontraktilitas  yang berakibat pada penurunan  fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price ,1995).

II. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan  timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban  awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel.
Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi  sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati.  Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),  gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang  paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).

III. Patofisiologi
Berdasarkan hubungan antara aktivitas  tubuh dengan keluhan dekompensasi  dapat dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:
I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari
II. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta angina
III. Pasien dengan penyakit jantung  dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya  merasa sehat jika beristirahat.
IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dapat dilihat pada gambar berikut










    1. Pengisian LV                         2.Gangguan irama: AF                                                       3. Rsidual
      ( ! LVEDP)
                                                                         Turbulensi cairan/darah                                                                ( ! LAEDP)   
  CO !                                                               Trombus    
                                                                   Backward failur
         Forward failur                            Emboli dinding p.d. kapiler 

      Kongesti vas. Pulmonal 

Ggn. Perfusi        Rangsangan                                                                                                     Perpindahan   cairan ke  Parasmpatis
 Jaringan   Ekstra Vaskuler


 1. HR !, 

 2.Takhipnue
 3.Peristaltik turun !                                                                                                                                                                                                         
                                                                                                                 



A.




Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1.  Aktivitas dan Istirahat
Gejala :  Mengeluh  lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena  kerja, takpineu, dispneu.

2. Sirkulasi
Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.

3. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik, 

WAWANCARA DAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM KARDIOVASKULER

WAWANCARA DAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM KARDIOVASKULER

WAWANCARA
1. Keluhan utama (chief complaint)  alasan datang
2. Keluhan dan keterangan tambahan (present illness)
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat keluarga
5. Riwayat sosio ekonomi

Nyeri dada
Perasaan nyeri atau tidak enak yang mengganggu didaerah dada dan sering kali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada. (rasa sakit yang berasal dari rangsangan alat viseral dalam rongga dada)


GB: Skema etiologi nyeri dada


* Nyeri koroner
Rasa sakit akibat terjadinya iskemia miokard karena suplai aliran koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk metabolisme (angina pektoris, insufisiensi koroner, infark miokard).


Informasi:
Lokasi
Sifat nyeri
Kronologis
Keadaan pada saat serangan
Faktor pemberat
Gejala lain
Cita rasa nyeri

*  Nyeri jantung non koroner
Perikarditis, kardiomiopati, stenosis aorta, prolaps katup mitral, aritmia jantung, aneurisma aorta.

* Nyeri dada non kardial disebabkan:
Kelainan paru/ pleura: emboli paru, pleuritis, pleuropneumonia, hipertensi pulmonal.
Nyeri muskuloskeletal: fraktur iga
Nyeri saluran cerna bagian atas
Nyeri psikogenik

Sesak nafas (dyspnea)
Bila ada gangguan atau hambatan sirkulasi paru akibat gagal jantung, jantung kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, terjadilah keadaan kesukaran bernafas (respiratory distress) gejala: dispnea.
Tanda: cuping hidung, otot bantu pernafasan (+), frekuensi meningkat, amplitudo meningkat.
Hubungan berat ringan gagal jantung dengan sesak nafas pada aktivitas fisik
1. Derajat I: Kerja ringan hambatan tidak ada
 Kerja berat  sesak nafas
2. Derajat II: Istirahat, keluahan (-)
kerja fisik agak berat sesak nafas
3. Derajat III: Istirahat keluahan  (-)
kerja rigan sesak nafas
4. Derajat IV: Istirahat sesak nafas

FRAKTUR

FRAKTUR

DEFINISI :
Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran fragmen-fragmen fraktur.
Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang.

SEBAB :
a. Trauma
Langsung (kecelakaan lalulintas)
Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
b. Patologis : Metastase dari tulang
c. Degenerasi
d. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.

JENIS FRAKTUR
a. Menurut jumlah garis fraktur :
Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)

b. Menurut luas garis fraktur :
Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)

c. Menurut bentuk fragmen :
Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)

d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
I. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
II. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
III. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

TANDA KLASIK FRAKTUR
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Ecchymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.

PATOFISIOLOGI


Fraktur
Periosteum, pembuluh darah di kortek 
dan jaringan sekitarnya rusak
Perdarahan
Kerusakan jaringan di ujung tulang
Terbentuk hematom di canal medula
Jaringan mengalami nekrosis
Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai :
1. Vasodilatasi
2. Pengeluaran plasma
3. Infiltrasi sel darah putih


TAHAP PENYEMBUHAN TULANG
1. Haematom :
Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.

2. Proliferasi sel :
Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur
Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur.

3. Pembentukan callus :
Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus.
Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal.
Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.

4. Ossification
Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium dan bersatu di ujung tulang.
Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah
Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.

5. Consolidasi dan Remodelling
Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.

KOMPLIKASI
1. Umum :
Shock
Kerusakan organ
Kerusakan saraf
Emboli lemak

2. D i n i :
Cedera arteri
Cedera kulit dan jaringan
Cedera partement syndrom.

3. Lanjut :
Stffnes (kaku sendi)
Degenerasi sendi

Penyembuhan tulang terganggu :
o Mal union
o Non union
o Delayed union
o Cross union

TATA LAKSANA
1. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik).

2. Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
Eksternal  → gips, traksi
Internal → nail dan plate

3. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula. 

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Riwayat perjalanan penyakit.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya.
3. Pertolongan pertama yang dilakukan

4. Pemeriksaan fisik :
Identifikasi fraktur
Inspeksi
Palpasi (bengkak, krepitasi, nadi, dingin)
Observasi spasme otot.

5. Pemeriksaan diagnostik :
Laboratorium (HCt, Hb, Leukosit, LED)
RÖ
CT-Scan

6. Obat-obatan : golongan antibiotika gram (+) dan gram (-)
Penyakit yang dapat memperberat dan mempermudah terjadinya fraktur :
a. Osteomyelitis acut
b. Osteomyelitis kronik
c. Osteomalacia
d. Osteoporosis
e. Gout
f. Rhematoid arthritis
PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
DATA SUBYEKTIF
Data biografi
Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan sensasi.

Cara PQRST :
o Provikatif (penyebab)
o Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
o Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
o Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
o Timing (kapan mulainya)

Pengkajian pada sistem lain
o Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu.
o Riwayat dirawat di RS
o Riwayat keluarga, diet.
o Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan
o Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah klien ganti baju, membuka kran dll.

DATA OBYEKTIF
Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
Bandingakan dengan sisi lainnya.
Pengukuran kekuatan otot (0-5)
Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi.
Kyposis, scoliosis, lordosis.

PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. X-ray dan radiography
2. Arthrogram (mendiagnosa trauma pada kapsul di persendian atau ligamen). Anestesi lokal sebelum dimasukkan cairan kontras/udara ke daerah yang akan diperiksa.
3. Lamnograph (untuk mengetahui lokasi yang mengalami destruksi atau mengevaluasi bone graf).
4. Scanograph (mengetahui panjang dari tulang panjang, sering dilakukan pada anak-anak sebelum operasi epifisis).
5. Bone scanning (cairan radioisotop dimasukkan melalui vena, sering dilakukan pada tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur).
6. MRI
7. Arthroscopy (tindakan peneropongan di daerah sendi)
8. Arthrocentesis (metode pengambilan cairan sinovial)

MASALAH-MASALAH YANG UMUM TERJADI 
1. Gangguan dalam melakukan ambulasi.
Berdampak luas pada aspek psikososial klien.
Klien membutuhkan imobilisasi → menyebabkan spasme otot dan kekakuan sendi
Perlu dilakukan ROM untuk menguragi komplikasi :
-  Kaki (fleksi, inverse, eversi, rotasi)
-  Pinggul (abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi)
-  Lutut (ekstensi)
-  Jari-jari kaki (ektensi, fleksi)

2. Nyeri; tindakan keperawatan :
Merubah posisi pasien
Kompres hangat, dingin
Pemijatan
Menguragi penekanan dan support social

Apabila nyeri di sendi, perlu dikaji :
- Kejadian sebelum terjadinya nyeri
- Derajat nyeri pada saat nyeri pertama timbul
- Penyebaran nyeri
- Lamanya nyeri
- Intensitas nyeri, apakah menyertai pergerakan
- Sumber nyeri
- Hal-hal yang dapat mengurangi nyeri.

3. Spasme otot
Spasme otot (kram/kontraksi otot involunter)
Spasme otot dapat disebabkan iskemi jaringan dan hipoksia.

Tindakan keperawatan :
a. Rubah posisi
b. Letakkan guling kecil di bawah pergelangan kaki dan lutut
c. Berikan ruangan yang cukup hangat
d. Hindari pemberian obat sedasi berat → dapat menurunkan aktivitas pergerakan selama tidur
e. Beri latihan aktif dan pasif sesuai program

INTERVENSI
1. Istirahat
Istirahat adalah intervensi utama
Membantu proses penyembuhan dan meminimalkan inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
Pemasangan bidai/gips.

1. Kompres hangat
Rendam air hangat/kantung karet hangat
Diikuti dengan latihan pergerakan/pemijatan

Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah :
o Perlunakan jaringan fibrosa
o Membuat relaks otot dan tubuh
o Menurunkan atau menghilangkan nyeri
o Meningkatkan suplai darah/melancarkan aliran darah.

2. Kompres dingin
Metoda tidak langsung seperti cold pack
Dampak fisiologis adalah vasokonstriksi dan penerunan metabolic
Membantu mengontrol perdarahan dan pembengkakan karena trauma 
Nyeri dapat berkurang, dapat menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot
Harus hati-hati, dapat menyebabkan jaringan kulit nekrosis
Tidak sampai > 30 menit.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN INTOKSIKASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN INTOKSIKASI

I. Pengertian.
Setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multi sistem dengan sebab yang tidak jelas  harus dicuarigai kemungkinan sebagai keracunan.

II.  Patofisiologi.
Insektisida bekerja dengan menghambat dan menginaktifasikan enzim asetilkolin nesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan syaraf pusat, ganglion autonom, ujung-ujung syaraf parasimpatis dan ujung-ujung syaraf motorik. Hambatan asetilkolin nesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.

Pathways

Insektisida golongan organofosfat


Mengahambat aktifitas enzim asetilkolin nesterase


Tertumpuknya asetilkolin


Ganglion autonom Ujung-ujung syaraf simpatis SSP Sambungan neuromuskuler


Konstriksi Kontraksi pupil Penurunan  Tremor
Otot-otot Penglihatan kabur kesadaran Kejang
bronkhial Muntah, diare Paralise flacide
Penekanan Renore, salivasi Penurunan
aktifitas cardiac banyak keringat persepsi Resiko aspirasi
sensori


Penurunan curah Gangguan nutrisi
jantung kurang dari kebutuhan tubuh
Pola nafas tidak
efektif.








III. Manifestasi Klinis.
Gejala  keracunan dapat dibagi dalam dua golongan yaitu  :
1. Gejala muskarinik .
Hypersekresi kelanjar keringat, air mata, air liur, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Dapat juga ditemukan gejala nause, nyeri perut, diare, muntah, inkontinensia alvi dan urin, bronkokontriksi, miosis, bradikardi, dan hypotensi. Pada keracunan  paration tidak selalu ditemukan miosis dan hypotensi.
2. Gejala nikotinik.
Twiching dan fasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala sentral seperti ketakutan, gelisah, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi, tremor dan kejang.

IV. Pemeriksaan Penunjang.
Kadar kolinesterase plasma berkurang sampai 30% normal terutama pada pasien yang kontak dengan insektisida organofosfat secara kronik dengan gejala keracunan akut.

V. Penatalaksanaan Medis.
a. Penatalaksanaan kegawatan
Setiap keracunan dapat mengancam nyawa. Walaupun tidak dijumpai kegawatansetiap kasus keracunan harus diberlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti  jalan nafas/pernafasan, sirkulasi da penurunan kesadaran harus dilakukan secara tepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi yang meliputi ABC                              ( airway,breathing,circulatory) tidak terlambat dimulai
b. Penilaian klinis
Penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil penapisan toksikologi. Walaupun dalam sebagian kasus diagnosa etiologi sulit ditegakkan dengan penilaian dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditemukan beberapa kelompok yang memberi arah ke diagnosa etiologi. Oleh karena itu pada kasus keracunan bukan hasil laboratorium yang harus diperhatikan tetapi standar pemeriksaan kasus di tiap rumah sakit juga perlu dibuat untuk memudahkan penanganan yang tepat guna. Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa ialah koma, henti jantung, henti nafas dan syok. Upaya yang paling penting adalah ananmesis atau aloanamnesis yang rinci.
c. Dekontaminasi

1. Bila pelarut organofosfat terminum ialah minyak tanah, tindakan untuk memuntahkan atau cuci lambung sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya pneumonia aspirasi. Bila pelarut golongan organofosfat adalah air  seperti halnya  digunakan dipertanian tindakan cuci lambung atau membuat pasien muntah dapat dibenarkan.
2. Dilakukan pernapasan buatan bila terjadi depresi pernapasan dan bebaskan jalan napas dari sumbatan.
3. Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata bersihkan dengan air.
4. Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015  - 0,05  mg /kg bb secara intravena dan dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala antropinisasi seperti muka merah, mulut kering, takikardi dan midriasis. Kemudian diberikan dosis rumat  untuk mempertahankan  atropinisasi ringan selama 24 jam. Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis  0,25 g secara intravena sangat perlahan-lahan atau melalui ‘ivfd’.
5. Pengobatan simtomatik dan suportif.

Hasil diskusi dengan ahli
Diskusi dilakukan dengan salah seorang dokter yang menangani pasien an.M di ruang HND pada tanggal 2 Juli 2003. Dari diskusi didapatkan informasi sebagai berikut :
a. Insektisida jenis organofosfat contohnya paration, malotion dalah penghambat enzim asetilolinesretase dimana bisa menyebabkan gangguan pada susunan saraf pusat, saraf simpatis dan saraf motirik
b. Penanganan keracunan tergantung dari jenis racunnya untuk golongan organofosfat yang tertelan penanganan yang tepat adalh dengan mengeluarkan racun dari lambung dengan menyuruh pasien muntah atau dengan bilas lambung karena insektisida golongan organofosfat menggunakan bahan pelarut air yang banyak digunakan di pertanian sangat cepat diabsorbsi  sedangkan nourit lebih tepat digunakan untuk keracunan aspirin, minyak tanah, barbiturat
c. Prinsip perawatan setelah dilakukan dekontaminasi adalah memantau stabilitas jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi dan pengobatan simptomatis 




























BAB I
PENDAHULUAN

Setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multi sistem dengan penyeban yang tidak jelas harus dicurigai kemungkinan keracunan. Meskipun semua kelompok umur dapat terkena namun anak-anak mencapai 59 %dari kecelakaan keracunan, sisinya sebanyak 41 % termasuk remaja an orangtua (Hudak,Gallo, 1997).
Penyebab kematian keempat pada ana-anak usia 1-4 tahun. Keracunan yang paling umum disebabkan oleh agen nonfarmasi  dan yang paling sering tertelan adalah pembersih rumahtangga, kosmetik, tumbuh-tumbuhan dan penggunaan pestisida/insektisida di bidang pertanian dan rumahtangga bahan tersaut merupakan penyebab keracunan penting pada manusia. Pestisida/insektisida yang banyak digunakan di pertanian Indonesia adalah golongan organoklorin dan organofosfat. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap keracunan pestisida adlah faktor umur dimana anak dan orangtua pada umumnya mudah terkena, faktor kecerobohan, faktor toksisitas, cara masuknya insektisida ke dalam tubuh.
Terapi terhadap banya tife keracunan yang berbeda berubah sejalan dengan hasil dari informasi dan pengalaman baru. Perawatan pada anak keracunan diarahkan untuk stabilisasi masalah-masalah yang mendesak jalan nafas yang mengancam hidup, pernafasan dan sirkulasi



























BAB III
PEMBAHASAN

Pada umumnya keracunan dapat timbul sebaai akibat kesalahan dalam rumahtangga ataupun akibat penyemprotan di daerah pertanian. Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya keracunan perstisida yaitu faktor umur dimana anak lebih mudah terkena, faktor kecerobohan, faktor musim, toksisitas, cara masuknya insektisida ke dalam tubuh melalui mulut.
Gejala keracunan timbul setelah 1-6 jam untuk itu diperlukan penanganan yang cepat untuk mengeluarkan dan menetralisir toksin.
Pada kasus an.M kecerobohan merupakan faktor utama penyebab keracunan dimana orangtua meletakkan gelas the dan gelas berisi insektisida berdekatan padahal warna airnya sama sehingga anak yang merasa kehausan langsung meminumnya. 
Setelah terjadi keracuan anak diberi nourit oleh petugas puskesmas tetapi tidak membantu. Hasil diskusi dengan ahli dinyatakan bahwa tidak semua jenis racun dapat diobati/diberi antidotum yang sama . Untuk pengobatan insektisida golongan organofosfat dengan pelarut air seperti yang digunakan di pertanian tindakan cuci lambung atau membuat muntah penderita lebih tepat dan pemberian atropin yang dapat diulang setiap 5 –  10 menit sampai timbul gejala muka merah, takikardia, midriasis.
Penangana keracunan merupakan merupakan penanganan gawat darurat sehingga harus selalu memperhatikan stabilisasi ABC (jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi) setelah pasien stabil maka prosedur dekontaminasi khusus dapat dilaksanakan selanjutnya pemantauan pasien secara kontinue untuk melihat perkembangan pasien arah pengobatan serta penatalaksanaan perawatan.
























BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Keracunan pada umumnya banyak mengenai anak dan orangtua dan faktor kecerobohan orangtua saat penyimpanan racun merupakan faktor penting yang menyebabkan keracunan pada anak
2. Penangan keracuna tidak semua sama tergantung jenis racun yang terpapar. Penanganan yang tepat akan mempercepat pencegahan toksin terabsorbsi dan menyebabkan kematian
3. Penangana keracunan harus dilaksanakan sebagai kegawatan yang mengancam nyawa.


Saran
1. Kepada orangtua yang mempunyai anak yang belum dewasa  harus memperhatikan penyimpanan bahan-bahan kimia jauh dari jangkauan anak dan beri label sehingga anak dapat membaca dan lebih berhati-hati.
2. Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis antidotum dan penanganan racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan pertolongan yang cepat dan benar
3. Bagi petugas kesehatan hendaknya selalu melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti jalan nafas/pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran sehingga tindakan risusitasu ABC (airway, breathing, circulatory) tidak terlambat dimulai.

Photobucket